Pages

Sabtu, 21 Mei 2011

Proses Pernapasan

Secara harfiah pernapasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfir menuju ke sel-sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara bebas. Pemakaian oksigen dan pengeluaran karbon dioksida perlu untuk menjalankan fungsi normal selular di dalam tubuh. Kebanyakan sel-sel tubuh tidak dapat melakukan pertukaran gas-gas seperti diatas karena letaknya sangat jauh dari tempat pertukaran gas tersebut. Sehingga sel-sel tersebut membutuhkan struktur tertentu untuk membantu pertukaran dan pengangkutan gas tersebut.

Proses pernapasan terdiri dari beberapa langkah dimana sistem pernapasan, system saraf pusat dan sistem kardiovaskuler memegang peranan yang sangat penting. Pada dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli (pemisah antara sistem pernapasan dan sistem kardiovaskuler). Pergerakan udara masuk dan keluar dari saluran udara disebut ventilasi atau bernapas. Sistem saraf pusat memberikan dorongan ritmik dari dalam untuk bernapas dan secara refleks merangsang otot-otot diafragma dan dada yang memberikan tenaga pendorong gerakan udara. Difusi oksigen dan karbon dioksida melalui membran kapiler alveoli, disebut dengan pernapasan eksternal. Sistem kardiovaskuler menyediakan pompa, jaringan pembuluh dan darah yang diperlukan untuk mengangkut gas dari paru-paru ke sel tubuh. Hemoglobin yang berfungsi baik dalam jumlah untuk mengangkut gas dari paru-paru ke sel tubuh. Fase terakhir dari pengangkutan gas ini adalah proses difusi oksigen dan karbon dioksida antara kapiler dan sel tubuh. Pernapasan internal mengacu pada reaksi kimia intraselular dimana oksigen dipakai dan karbon dioksida dihasilkan sewaktu sel melakukan metabolisme karbohidrat dan substansi lain untuk membangkitkan adenosin triposphat (ATP) dan pelepasan energi.
Fungsi yang cukup baik dari semua sistem ini penting untuk respirasi sel. Malfungsi dari setiap komponen dapat mengganggu pertukaran dan pengangkutan gas, sehingga dapat sangat membahayakan proses kehidupan.
Anatomi Saluran Pernapasan
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakhea, bronkus dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thorax bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke superior di dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Dari sini lapisan mukus akan tertelan atau dibatukkan keluar. Air untuk kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapan mencapai 100%.
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat ruang berbentuk segi tiga yang bermuara ke dalam trakhea dan dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dengan bagian bawah. Meskipun laring terutama dianggap berhubungan dengan fonasi, namun fungsinya sebagai organ pelindung sebenarnya lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Namun jika benda asing masih mampu masuk melampaui glotis, maka laring yang mempunyai fungsi batuk akan membantu menghalau benda dan sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah.
Trakhea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inchi. Struktur trakhea dan bronkus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karenanya dinamakan pohon trakheobronkial. Permukaan posterior trakhea agak pipih (karena cincin rawan disitu tidak sempurna) dan letaknya tepat di depan esofagus. Sebagai akibatnya, jika suatu selang endotrakeal bulat dan kaku dengan balon yang digembungkan dan dimasukkan selama ventilasi mekanik, maka dapat timbul erosi di posterior pada membran tersebut, dan membentuk fistula trakeo-esofageal. Erosi bagian anterior menembus cincing tulang rawan dapat juga timbul tetapi tidak sering. Pembengkakan dan kerusakan pita suara juga merupakan komplikasi dari pemakaian selang endotrakeal. Tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar serta merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit serta kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang lebih tajam. Bentuk anatomi yang khusus ini mempunyai implikasi klinis yang penting. Selang endotrakhea yang dipasang untuk menjaga patensi jalan napas akan mudah meluncur ke bawah menuju bronkus utama kanan jika selang tidak tertahan dengan baik pada mulut atau hidung. Jika terjadi demikian, udara tidak dapat memasuki paru kiri dan akan menyebabkan kolaps paru (atelektasis). Namun demikian, arah bronkus kanan yang hampir vertikal tersebut memudahkan masuknya kateter untuk melakukan pengisapan yang dalam. Juga benda asing yang terhirup lebih sering masuk dan tersangkut pada percabangan brokus kanan karena arahnya yang vertikal.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri kemudian bercabang menjadi bronkus lobaris, yang kemudian bercabang menjadi bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang diameternya lebih kecil sampai akhirnya bercabang menjadi bronkus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara). Bronkus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara kebawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut sebagai penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya; (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru. Asinus atau lobulus primer memiliki garis tengah 0,5-1 cm. terdapat sekitar 23 kali percabangan mulai dari trakhea sampai sakus alveolaris terminalis. Alveolus (sakus alveolaris yang berkelompok yang menyerupai anggur, membentuk sakus terminalis) dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang kecil pada dinding ini dinamakan pori Kohn. Lubang ini memungkinkan komunikasi antar sakus alveolaris terminalis. Alveolus hanya mempunyai satu lapis sel saja yang diameternya lebih kecil dengan diameter sel darah merah. Dalam setiap paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan total seluas sebuah lapangan tenis.
Struktur mikroskopis sebuah duktus alveolaris dan alveolus berbentuk poligonal. Karena alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh jalinan kapiler, maka batas antara gas dan cairan membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah pengembangan pada waktu inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Tetapi alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi. Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus (Tipe II) tergantung dari beberapa faktor, termasuk kematangan sel-sel alveolus dan sistem enzim biosintetiknya, kecepatan penggantian yang normal, ventilasi yang memadai dan aliran darah ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan dianggap sebagai faktor penting pada patogenesis sejumlah penyakit paru.
Rongga Dada
Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada. Kedua paru saling berpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) dan basis. Pembuluh darah paru dan bronkial, saraf dan limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih besar dibanding paru kiri serta dibagi menjadi tiga lobus oleh fissura interlobaris. Paru kiri dibagi menjadi dua lobus.
Lobus tersebut dibagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya. Paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedang paru kiri di bagi menjadi sembilan. Proses patologis seperti atelektasis dan pneumonia seringkali hanya terbatas pada satu lobus dan segmen.
Suatu lapisan tipis yang kontinyu mengandung kolagen dan jaringan elastis, dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru (pleura viseralis). Diantara pleura parietalis dan viseralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan thoraks dan paru, yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca obyek akan saling melekat jika ada air. Kedua obyek kaca tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tapi keduanya sulit untuk dipisahkan.
Hal yang sama juga berlaku pada cairan pleura diantara paru dan thoraks. Karena tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dan pleura viseralis, maka yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanya suatu ruangan potensial saja. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan, udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru tertekan atau kolaps.
Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif yang normal. Pertama, jaringan elatis paru memberikan kekuatan kontinyu yang cenderung untuk menarik paru menjauh dari dinding thoraks; misalnya setelah lahir paru cenderung untuk mengkerut ke ukuran aslinya yang lebih kecil daripada bentuk sebelum mengembang pertama kalinya. Tetapi permukaan pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling menempel tidak dapat dipisahkan, sehingga kekuatan kontinyu yang cenderung untuk memisahkan tetap ada. Kekuatan ini dikenal sebagai kekuatan negatif dari ruang pleura. Tekanan intrapleura terus-menerus bervariasi sepanjang siklus pernapasan.
Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan negatif intrapleura adalah kekuatan osmotik yang terdapat diseluruh membran pleura. Cairan dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke dalam ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Pergerakan cairan pleura mengikuti hukum tentang pertukaran transkapiler, yaitu pergerakan cairan bergantung pada selisih perbedaan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam pembuluh. Karena selisih perbedaab absorbsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan karena daerah permukaan pleura viseralis lebih besar daripada pleura parietalis, maka pada ruang pleura secara normal hanya terdapat beberapa milimeter cairan.
Faktor ketiga yang mendukung tekanan negatif intrapleura adalah kekuatan pompa limfatik. Sejumlah kecil protein secara normal memasuki ruang pleura namun akan dikeluarkan oleh sistem limfatik dalam pleura parietalis. Akumulasi protein dalam ruang intrapleura akan mengacaukan keseimbangan osmotik normal tanpa pengeluaran limfatik. Ketiga faktor ini kemudian mengatur dan mempertahankan tekanan negatif intrapleura normal. Diafragma merupakan otot berbentuk kubah yang membentuk dasar rongga thoraks dan memisahkan rongga tersebut dari rongga abdomen.
Peredaran Darah Paru
Suplai darah paru sangat unik; Pertama, paru mempunyai 2 sumber suplai darah, arteri bronkiales dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronkial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru. Arteri bronkiales berasal dari aorta thorakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronkiales yang besar mengalirkan darahnya ke dalam sistem azygos, yang kemudian bermuara dalam vena kava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkiales yang lebih kecil akan mengalirkan darah vena pulmonalis. Karena sirkulasi bronkiales tidak berperan dalam pertukaran gas, darah yang tidak teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2-3% curah jantung.
Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena campuran ke paru dimana darah tersebut juga berfungsi pertukaran gas. Jaringan kapiler paru yang halus mengitari dan menutupi alveolus, merupakan kontak erat yang diperlukan untuk pertukaran gas antara alveolus dan darah. Darah teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri, yang kemudian membagikannya ke sel seluruh tubuh melalui sirkulasi sistemik.
Sifat lain dari sirkulasi paru bahwa sirkulasi paru adalah suatu sistem tekanan rendah dan tahanan rendah dibandingkan dengan sirkulasi sistemik. Tekanan darah sistemik sekitar 120/80 mmHg, dengan tekanan darah pulmonar (PAP) sekitar 25/10 mmHg dengan tekanan rata-rata sekitar 15 mmHg. Sehingga mempunyai beberapa konsekuensi penting, jalinan vaskuler pulmonar dengan resistensi dan distensibilitas rendah memungkinkan beban kerja ventrikel kanan yang lebih kecil dibandingkan dengan beban kerja ventrikel kiri. Selain itu aliran darah pulmonar pada waktu melakukan kegiatan fisik dapat ditingkatkan dengan bermakna tanpa adanya peningkatan tekanan darah pulmonar yang berarti.
Jika tekanan hidrostatik paru orang normal umumnya sekitar 15 mmHg melampaui tekanan osmotik koloid darah yang besarnya sekitar 25 mmHg, maka cairan akan meninggalkan kapiler paru dan masuk dalam ruang interstisial atau alveolus, sehingga mengakibatkan edem paru. Edema paru akan mengganggu pertukaran gas karena memperpanjang jalur difusi antara alveolus dan kapiler. Edema paru merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat gagal jantung kongestif, pneumonia dan gangguan paru yang lain.
Kontrol Terhadap Pernapasan
Terdapat beberapa mekanisme yang berperan memasukkan udara ke dalam paru sehingga pertukaran gas dapat terjadi. Fungsi mekanis pergerakan udara masuk dan keluar dari paru disebut ventilasi dan mekanisme ini dilaksanakan oleh sejumlah komponen yang saling berinteraksi. Yang mempunyai peranan penting yang disebut pompa resiprokatif yang disebut pipa penghembus napas. Pipa ini mempunyai dua komponen volume-elastis; paru itu sendiri dan struktur dinding yang mengelilinginya. Dinding terdiri dari rangka dan jaringan dinding thoraks, serta diafragma, isi abdomen dan dinding abdomen. Otot-otot pernapasan yang merupakan bagian dinding thoraks merupakan sumber kekuatan untuk menghembus pipa. Diafragma (dibantu oleh otot yang dapat mengangkat tulang rusuk dan sternum, tulang dada) merupakan otot utama yang ikut berperan dalam peningkatan volume paru dan dinding thoraks selama respirasi; ekspirasi merupakan suatu proses yang pasif pada pernapasan tenang.
Otot pernapasan diatur oleh pusat pernapasan yang terdiri dari neuron dan reseptor pada pons dan medulla oblongata. Pusat pernapasan merupakan bagian dari sistem saraf yang mengatur semua aspek pernapasan. Faktor utama pada pengaturan pernapasan adalah respon dari pusat kemoreseptor dalam pusat pernapasan terhadap tekanan parsial karbondioksida (PaCO2) dan pH darah arteri. Peningkatan PaCO2 atau penurunan pH merangsang pernapasan.
Penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah arteri (PaO2) dapat juga merangsang ventilasi. Kemoreseptor perifer yang terdapat dalam badan karotis pada percabangan arteri karotis komunis dan dalam badan aorta pada lengkung aorta peka terhadap penurunan PaO2. akan tetapi PaO2 harus turun dari tingkat normal sebesar 90-100 mmHg hingga mencapai sekitar 60 mmHg sebelum ventilasi mendapat rangsangan yang cukup berarti.
Mekanisme kontrol lain mengendalikan jumlah udara yang masuk dalam paru. Pada waktu paru mengembang, maka reseptor ini mengirim sinyal pada pusat pernapasan agar menghentikan pengembangan lebih lanjut. Sinyal dari reseptor regang akan berhenti pada akhir ekspirasi ketika paru dalam keadaan mengempis dan pusat pernapasan bebas untuk memulai inspirasi lagi. Mekanisme ini dikenal dengan nama refleks Hering-Breuer, mungkin memainkan peranan penting dalam kontrol pernapasan. Namun dalam penelitian lanjut, refleks ini tidak aktif pada orang dewasa dengan volume tidal kurang dari 1L. refleks ini lebih aktif pada bayi baru lahir. Pergerakan sendi dan otot juga merangsang peningkatan ventilasi. Masukan yang dikendalikan secara volunter oleh serebrum dapat mengubah keluaran dari pusat pernapasan sehingga memungkinkan penghentian siklus pernapasan normal pada waktu menangis, tertawa dan berbicara. Pola dan irama pengaturan pernapasan tersebut dijalankan melalui interaksi pusat-pusat pernapasan yang terletak dalam pons dan medulla oblongata. Keluaran motorik akhir disalurkan melalui medula spinalis dan saraf frenikus yang merangsang diafragma, yaitu otot utama ventilasi. Saraf utama lain yang juga ikut mengambil bagian adalah saraf asesorius dan interkostalis yang mempersarafi otot pembantu pernapsan dan otot interkostalis.
Pertahanan Saluran Pernapasan
Permukaan paru-paru yang luas, yang hanya dipisahkan oleh membran tipis dari sistem sirkulasi, secara teoritis mengakibatkan seseorang mudah terserang oleh masuknya benda asing (debu) dan bakteri yang masuk bersama udara inspirasi. Tetapi, saluran respirasi bagian bawah dalam keadaan normal adalah steril. Terdapat beberapa mekanisme pertahanan yang mempertahankan sterilitas ini. Kita telah mengetahui refleks memelan atau reflekss muntah yang mencegah masuknya makanan atau ciran ke dalam trakea, juga kerja eskalator mukosiliaris yang menjebak debu dan bakteri kemudian memindahkannya ke kerongkongan. Lebih lanjut, lapisan mukus mengandung faktor-faktor yang mungkin efektif sebagai sebagai pertahanan yaitu imunoglobin (terutama lgA), PMN, interferon dan antibodi spesifik. Refleks batuk merupakan suatu mekanisme yang lebih kuat untuk mendorong sekresi ke atas sehingga dapat ditelan atau di keluarkan. Makrofag alveolar merupakan pertahan yang paling akhir dan paling penting terhadap invasi bakteri ke dalam paru-paru. Makrofag alveolar merupakan sel fagositik dengan sifat dapat bermigrasi dan aktivitas enzimatik yang unik. Sel ini bergerak beebas pada permukaan alveolus dan meliputi serta menelan benda atau bakteri. Sesudah meliputi partikel mikroba maka enzim litik yang terdapat dalam makrofag akan membunuh dan mencernakan mikroorganisme tersebut tanpa menimbulkan reaksi peradangan yang nyata. Partikel debu atau mikroorganisme ini kemudian diangkut oleh makrofag ke pembuluh limfe atau ke bronkiolus di mana mereka akan dibuang oleh eskalator mukosiliaris. Makrofag alveolar dapat membersihkan paru-paru dari bakteri yang masuk sewaktu inspirasi dengan kecepatan yang menakjubkan. Merokok, tertelan etil alkohol dan pemakaian kortikosteroid akan mengganggu mekanisme pertahan ini.

0 komentar:

Posting Komentar