Pages

Sabtu, 21 Mei 2011

Apa itu Dehidrasi?

Air merupakan penyusun lebih dari dua pertiga tubuh manusia yang sehat. Dehidrasi terjadi saat jumlah air normal pada tubuh berkurang, mengganggu keseimbangan mineral (gula dan garam) dalam cairan tubuh manusia. 
Dehidrasi merupakan suatu kondisi yang terjadi akibat hilangnya cairan tubuh secara berlebihan. Penderitanya bisa menunjukan defisiensi baik cairan maupun kadar elektrolit. Derajat keparahan dehidrasi dihitung dari perbandingan berat cairan yang hilang dengan berat tubuh, yaitu ringan (5%), sedang (10%), berat (15%).
Hilangnya fungsi ginjal merupakan salah satu factor penyebab retensi natrium dan air akibat hilang­nya nefron. Namun demikian, beberapa pasien masih bias mempertahankan sebagian fil­trasi meski kehilangan fungsi tubulus sehingga mengekskresikan urin yang sangat encer, yang da­pat menyebabkan dehidrasi. 
Saat air yang hilang lebih banyak daripada air yang masuk, dehidrasi akan menstimulasi rasa haus. Pengurangan volume darah akan menyebabkan tekanan darah turun. Perubahan tersebut akan menstimulasi ginjal melepaskan renin yang akan mempromosikan pembentukan angiotensin II. Peningkatan impuls saraf dari osmore-septor di hipotalamus , memicu peningkatan osmolaritas darah, dan meningkatkan angiotensin II di darah yang keduanya akan menstimulasi pusat rasa haus di hipotalamus. Sinyal lain yang menstimulasi rasa haus berasal dari neuron mulut yang mendeteksi kekeringan karena pengurangan aliran saliva serta baroreseptor yang mendeteksi penurunan tekanan darah pada jantung dan pembuluh darah. Peningkatan sensasi rasa haus akan memacu seseorang untuk meningkatkan asupan airnya. Namun, terkadang sensasi haus tersebut tidak terjadi dengan baik atau akses air terbatasi sehingga dehidrasi yang signifikan mungkin muncul. Hal tersebut sering terjadi pada orang tua, bayi, dan pada orang yang mengalami gangguan mental. 4
Pengaturan Kehilangan Air dan Solute 4
Tingkat kehilangan garam urin (NaCl) merupakan faktor utama yang menentukan volume cairan tubuh. Hal tersebut dikarenakan air mengikuti solute melalui proses osmosis sementara solute yang paling utama dalam cairan ekstraseluler dan urin adalah sodium (Na+) dan Cl-. Melalui mekanisme yang sama, osmolaritas cairan tubuh juga ditentukan oleh banyaknya air yang hilang melalui urin.
Ada tiga hormon penting yang meregulasi kadar reabsorpsi Na dan Cl pada ginjal, yaitu angiotensin II, aldosteron, dan atrial natriuretic peptide (ANP). Saat dehidrasi, Angiotensin II dan aldosteron akan mempromosikan reabsorpsi Na dan Cl yang akan mengkonservasi volume cairan tubuh dengan mengurangi kehilangan melalui urin. Di sisi lain, jika terjadi peningkatan volume darah seperti saat minum air terlalu banyak, atrium jantung akan teregang dan terjadi promosi pelepasan ANP. ANP ini akan memberikan efek natriuresis, yang akan meningkatkan eksresi Na maupun Cl diikuti ekskresi air. Selain itu juga terjadi perlambatan pelepasan renin dari sel juxtaglomerular ginjal. Akibatnya, hanya sedikit angiotensin II yang terbentuk sehingga glomerular filtration rate meningkat disertai pengurangan reabsorpsi Na, Cl dan air pada tubulus ginjal. Sebagai tambahan, pengurangan angiotensin II akan berdampak pada rendahnya kadar aldosteron yang juga akan menyebabkan penurunan reabsorpsi Na dan Cl pada duktus colectivus.
Hormon utama yang meregulasi kehilangan air adalah antidiuretik (ADH)yang lebih dikenal dengan vasopressin. Hormon ini diproduksi oleh sel neurosekretori yang ber-ada pada hipotalamus dan meluas ke hipofisis posterior.  Selain menstimulasi mekanisme rasa haus, peningkatan osmolaritas cairan tubuh akan menstimulasi pelepasan ADH. ADH akan mempromosikan insersi protein water-channel (aquaporin-2) ke membran apikal sel prinsipal pada duktus kolektivus ginjal. Molekul air berpindah melalui osmosis dari cairan tubulus renal ke dalam sel dan kemudian dari sel ke dalam aliran darah. Hasilnya adalah produksi urin yang sedikit dan sangat terkonsentrasi. Intake air yang dilakukan saat merasa haus akan mengurangi osmolaritas cairan interstitial dan darah. Dalamm beberapa menit, sekresi ADH akan dihentikan dan kadar dalam darah dengan segera menjadi nol. Saat sel prinsipal tidak terstimulasi ADH, molekul aquaporin-2 disingkirkan dari membran apikal melalui endositosis.
Pada beberapa kondisi, faktor selain osmolaritas darah juga dapat berpengaruh pada sekresi ADH. Pengurangan volume darah yang besar yang terdeteksi baroreseptor pada atrium kiri dan dinding pembuluh darah juga menstimulasi pelepasan ADH. Pada dehidrasi yang berat glomerular filtration rate berkurang karena tekanan darah turun sehingga air yang hilang melalui urin juga sedikit. Jika intake air banyak, tekana darah akan naik sehingga GFR juga naik dan urin banyak keluar.
Dehidrasi dapat dibedakan menjadi: 1, 2
  1. Dehidrasi isotonik, terjadi jika terjadi kehilangan air dan garam dalam proporsi yang sama sebagaimana air dan garam pada cairan di sekitar sel. Konsentrasi sodium serum dan osmolalitas serum tidak terpengaruh jika yang hilang adalah cairan dari intravaskular. Konsekuensinya, fluid shift tidak terjadi. Sodium serum tetap dalam batas normal, yaitu 135 dan 145 mEq/L.
  2. Dehidrasi hipernatremik, biasanya terjadi pada bayi atau anak-anak. Hipernatremik berarti ada kadar garam yang tinggi dalam darah sehingga dehidrasi jenis ini dapat terjadi saat terjadi kehilangan lebih banyak air daripada garam. Diare berair dan muntah yang berlebihan bisa menjadi penyebabnya.
  3. Dehidrasi hipotonik, terjadi jika sodium yang hilang lebih dari cairan atau saat tubuh mempertahankan air dan konsentrasi sodium serum di bawah 135 mEq/L. Kekurangan sodium menyebabkan air berpindah dari ekstraseluler ke intraseluler. Penyebabnya bisa pemberian air putih untuk menggantikan keringat yang hilang, administrasi cairan IV yang tidak tepat (larutan terlalu hipotonik) atau penggunaan air keran bukannya suntikan saline. Eksresi sodium yang tidak normal juga bisa menyebabkan dehidrasi jenis ini seperti pada pasien dengan fibrosis kistik.
Hipertonisitas pada ECF, konsentrasi yang berlebihan pada larutan ECF, seringkali dikaitkan dengan dehidrasi atau keseimbangan H2O bebas. Dehidrasi yang menyertai hipertonisitas utamanya terjadi karena 5
1. Tidak cukupnya masukan H2O
Haus adalah perasaan subyektif yang mendorong seseorang untuk minum.  Defisit H2O bebas dan  kelebihan H2O bebas menstimulasi osmoreseptor hipotalamus yang terletak dekat dengan sel penghasil vasopressin dan rasa haus.  Osmoreseptor memantau osmolaritas cairan tubuh dan ketika osmolaritas meningkat (penurunan kadar H2O) terjadi perangsangan sekresi vasopressin.  Vasopresin meningkatkan permeabilitas tubulus ginjal distal sehingga reabsorbsi meningkat.  Pada akhirnya, volume urin yang dikeluarkan menurun.6
2. Kehilangan air yang berlebihan
Manusia bisa kehilangan cairan melalui muntah dan diare, keringat (seperti saat demam atau berolahraga dalam kondisi panas), maupun melalui pengeluaran urin yang terlalu sering (misal pada diabetes). 1
3. Diabetes Insipidus 5
Diabetes insipidus merupakan penyakit yang ditandai dengan defisiensi vasopresin. Vasopresin (hormon antidiuretik) meningkatkan permeabilitas tubulus distal dan tubulus pengumpul pada H2O yang bertujuan untuk meningkatkan mengkonservasi air dengan mengurangi pengeluaran air melalui urin. Tanpa adanya vasopresin, ginjal tidak bisa mengkonservasi H20 karena tidak bisa melakukan reabsorpsi air di H2O dari bagian distal nefron. Pasien dapat menghasilkan sampai 20 liter urin yang sangat cair dalam satu hari. Jumlah tersebut bisa dibandingkan dengan pengelua­ran urin sebesar 1,5 liter perhari pada orang normal. Pasien sering mengeluhkan bahwa mereka seringkali harus ke kamar mandi di malam hari serta minum. Untungnya, pasien bisa diterapi den­gan pemberian vasopresin pengganti dengan nasal spray.
Diabetes insipidus dapat dibedakan menjadi dua, yaitu diabetes insipidus sentral dan nefrogenik. DI sentral terjadi bila kelenjar hipofisis tidak menghasilkan vasopressin. Bisa timbul karena hipofisis atau hipotalamus mengalami kerusakan terutama akibat trauma atau tumor otak. Pada diabetes insipidus sentral, kadar vasopressin rendah. Pemberian vasopressin sintetik menyebabkan osmolali­tas urin meningkat . Desmopresin intranasal (DDAVP), suatu antagonis vasopressin, diguna­kan sebagai terapi kelainan ini.
Sementara itu, diabetes insipidus nefrogenik terjadi bila gagal ginjal memberi respon terhadap vaso­pressin. Penyebabnya di antaranya adalah mutasi pada reseptor vasopressin V2 atau kanal AQP2, hipokalemia, hiperkalsemia, dan obat seperti litium, amfoterisin, dan gentamisin. Secara klinis terdapat poliuria dan polidipsia. Osmolalitas dan kadar natrium dalam plasma tinggi sedang­kan dalam urin rendah. Pada diabetes jenis ini, kadar vasopressin tinggi dan tidak mem­ber respon terhadap vasopressin sintetik.3
Di manapun kompartemen ECF menjadi hipertonik, H2O bergerak keluar dari sel melalui osmosis menuju ECF yang lebih terkonsentrasi sampai keseimbangan osmolaritas ICF seimbang dengan ECF. Saat air meninggalkannya, sel menjadi mengkerut. Yang paling dikhawatirkan adalah pengeru­tan tersebut terjadi pada neuron otak sehingga mengganggu fungsi otak. Manifestasi dapat terjadi sebagai kebingungan mental dan irasonalitas dalam kasus sedang serta mungkin menyebabkan delirium, convulsion, atau koma pada kasus yang lebih berat.
Selain gangguan pada persarafan, gangguan pada sirkulasi juga merupakan gejala serius yang harus diperhatikan. Gangguan terjadi karena pengurangan volume plasma yang berkaitan den­gan dehidrasi yang dapat berupa penurunan tekanan darah, circulatory shockI sampai kema­tian.
Gejala-gejala lain juga sering muncul sebagai bagian dari kasus dehidrasi sedang. Misalnya ada­lah kulit kering, dan bola mata cekung yang mengindikasikan kehilangan air dari jaringan lunak. Lidah menjadi kering dan terasa panas karena terjadi supresi sekresi saliva.
Pemeriksaan dan Tes7
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada kasus dehidrasi adalah melihat tanda-tanda beri­kut ini:
  1. Tekanan darah yang rendah
  2. Tekanan darah semakin menurun saat dilakukan perubahan posisi dari berbaring menjadi berdiri.
  3. Detak jantung makin cepat.
  4. Turgor kulit buruk (tidak elastis)
  5. Capillary refill turun
  6. Shock
Sementara itu, tes yang dapat dilakukan adalah:
  1. Kimia darah, untuk mengecek elektrolit, terutama kadar sodium, potassium dan bikarbonat.
  2. Urine spesific gravity. Jika nilainya tinggi, berarti menandakan dehidrasi yang signifikan.
  3. BUN (blood urea nitrogen) yang meningkat.
  4. Kreatinin, (meningkat).
  5. Complete blood count untuk mengetahui yang terkonsentrasi dalam darah.
Tes lain juga dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab spesifik dari dehidrasi seperti gula darah pada kasus diabetes.
Daftar Pustaka
1        NHS. Dehydration. Diunduh dari http://www.nhs.uk/Conditions/Dehydration/Pages /Introduction.aspx. Diakses 29 Maret 2011.
2        Josephson DL. Intravenous Infusion Therapy for Nurses: Intravenous Infusion Needs of the Pedia­tric and Gerontologik Populations. 2th ed. USA: Thompson Delmar Learning, 2004. P. 456.
3        O’Callaghan C. At a Glance Sistem Ginjal: Kelainan Metabolisme Natrium dan Air, Gagal Gin­jal Kronik: Komplikasi Klinis dan Tata Laksananya. 2nd ed. Jakarta: Erlangga Medical Se­ries, 2009. P. 47, 95.
4        Tortora GJ, Derrickson BH. Prinsiples of Anatomy and Physiology: F;uid, Electrolyte, and Acid-Base Homeostasis. 12th ed. Asia: John Wiley & Son, 2009. P. 1064-6.
5        Sherwood L. Human Physiology from Cells to System: Fluid and Acid Base Balance. 7th ed. Can­ada: Brooks/Cole Cengage Learning, 2010. P. 564
6        Sherwood L.  Fisiologi manusia: keseimbangan cairan asam basa.  Edisi 2. Jakarta: EGC, 2001.p. 517-8.a
7        Medline Plus. Dehydration. Diakses dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000982.htm. Diunduh 29 Maret 2011.

0 komentar:

Posting Komentar